×

Inflasi Perdesaan Bali Lebih Kecil Dari Nasional

Rabu, 3 Agustus 2016 pukul 14.19 (8 tahun yang lalu) | Oleh Sigapura

Denpasar (Antara Bali) - Bali mengalami inflasi perdesaan sebesar 0,50 persen pada bulan Juli 2016, lebih kecil dibanding inflasi perdesaan tingkat nasional pada bulan yang sama tercatat 0,76 persen.

"Dari 33 provinsi di Indonesia yang menjadi sasaran survei, seluruhnya mengalami inflasi perdesaan," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Adi Nugroho di Denpasar, Rabu.

Ia mengatakan, inflasi perdesaan tertinggi terjadi di Provinsi Riau sebesar 1,14 persen serta terendah di Provinsi Banten dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,08 persen.

Indeks harga konsumen perdesaan (IHKP) dapat ditunjukkan oleh indeks harga konsumsi rumah tangga petani yang merupakan komponen dalam indeks harga yang dibayar petani.

Indeks harga konsumen (IHK) perdesaan terdiri atas tujuh kelompok pengeluaran yakni kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, kelompok perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi, olahraga serta kelompok transportasi dan komunikasi.

Inflasi perdesaan di bali tersebut dipicu oleh naiknya rata-rata harga hampir semua kelompok komoditas, mulai dari bahan makanan sebesar 0,69 persen, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,54 persen.

Selain itu juga perumahan 0,60 persen, kesehatan 0,04 persen, pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,84 persen serta transportasi dan komunikasi 0,08 persen.

Adi Nugroho menambahkan, secara umum komoditas penyumbang inflasi antara lain cabai rawit, apel, daging ayam ras, rokok kretek filter dan bawang merah.

Sementara kenaikan harga pada kelompok pendidikan, transportasi dan olahraga merupakan kelompok penyumbang inflasi terbesar yang didorong oleh naiknya beberapa komoditas antara lain seragam sekolah, uang bayaran sekolah SMP dan bayaran SMA.

Dari lima subsektor yang menentukan pembentukan NTP Bali, dua di antaranya mengalami kenaikan dan tiga subsektor mengalami penurunan.

Kedua subsektor yang mengalami peningkatan tersebut terdiri atas subsektor hortikultura 0,89 persen dan tanaman perkebunan rakyat sebesar 1,38 persen.

Sedangkan tiga subsektor yang mengalami penurunan meliputi subsektor tanaman pangan 0,84 persen, peternakan 0,73 persen dan subsektor perikanan sebesar 0,41 persen.

NTP mampu menunjukkan daya tukar dari produk pertanian terhadap barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk biaya produk pertanian.

Nilai tukar petani diperoleh dari perbandingan indeks yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, semakin tinggi NTP dan semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani, ujar Adi Nugroho.

Sumber : Antara Bali