Pada Mei 2020, Provinsi Bali mengalami deflasi sebesar 0,11% (mtm), berbeda arah dibandingkan nasional yang mencatatinflasi sebesar 0,07% (mtm). Secara tahunan, Bali mengalami inflasi 2,05% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 2,19% (yoy). Dengan demikian, inflasi Bali padaMei 2020 masih beradadalam rentang sasaran inflasi nasional 3,0%±1% (yoy). Deflasi Bali pada periode laporan terutama disebabkan oleh turunnya harga canang sari, cabai rawit, ikan tongkol diawetkan, bawang putih, dan telur ayam ras. Meskipun demikian, peningkatan harga yang terjadi di beberapa komoditas pangan sepertiangkutan udara, daging ayam ras, dan bawang merah menahan deflasi Bali.
Secara spasial, deflasi yang terjadi di Bali dikontribusikan oleh kedua kota sampel penghitungan inflasi, yaitu kota Denpasar dan Singaraja. Kota Denpasar mencatat deflasi 0,10% (mtm) atau 2,05 (yoy), sementara kota Singaraja mencatat deflasi 0,22% (mtm) atau 1,95% (yoy). Dibanding kota sampel lainnya di Indonesia, tekanan harga yang terjadi di Kota Denpasar dan Singaraja berada pada level yang rendah, masing-masing berada pada urutan ke-14 dan ke-9.
Perkembangan harga pada Juni 2020 diprakirakansedikir meningkat dibanding bulan lalu, yaitu dalam kisaran -0,15% – 0,22% (mtm) atau 1,90% - 2,30% (yoy). Hal ini terutama bersumber dari peningkatan harga angkutan udara dan beberapa komoditas makanan. Namun demikian, masih terdapat risiko penurunan harga komoditas utama dikarenakan musim panen tanaman hortikultura sudah dimulai.